Natalia Soetrisna Tjahya |
Sebelumnya, dia pebisnis tulen. Perempuan mandiri dan percaya diri. Akhirnya, sebuah peristiwa mengubah sikap dan pandangan hidupnya.
Sejak lulus SMA Loyola, Semarang, Natalia Soetrisna Tjahya kuliah di fakultas teknik sipil Universitas Parahyangan Bandung. Lulus kuliah, dia menjadi konsultan di berbagai perusahaan, setelah sempat bekerja di sebuah bank di Semarang. Hingga akhirnya dirinya mendirikan perusahaan travel Excalibur di tahun 1999, yang mengantarkannya pada misi perdagangan Indonesia di manca negara. “Apa yang barangkalai orang lain tak bisa kerjakan, saya mampu menuntaskan dengan baik,” katanya mengenang. Kepercayaan diri itu kian membumbung tinggi lantaran orang-orang disekitarnya pun mempercayainya. Kini semuanya berbalik.
Natalia tak lagi merasa sebagai orang yang serba mampu. Sebaliknya, dirinya bukanlah apa-apa tanpa campur tangan Tuhan. Semua pekerjaan yang membuat waktunya tersita ia lepaskan. Hampir seluruh waktunya didedikasikan untuk aktivitas sosial, untuk memberikan secercah kebahagiaan bagi anak-anak yang berpenyakit kronis dengan harapan hidup yang tipis.
Lewat Maria Monique- Last Wish Foundation, dia mendedikasikan diri sepenuhnya untuk aktivitas sosial itu. “Tujuan hidup saya adalah membuat anak-anak berpenyakit kritis tersenyum bahagia,” katanya. Pengalaman selama 40 hari menunggui Maria Monique di Mount Elizabeth Hospital Singapura, yang membuat pandangan hidupnya berubah.
“Bagi saya, itu merupakan beautiful jurney,” katanya. Maria Monique adalah anak semata wayangnya yang meninggal pada 27 Maret 2006. Ada bakteri mematikan yang bersarang di katup jantungnya. Bakteri itu menyebar menggerogoti otak dan paru-parunya. Monique mengalami fase hidup-mati sampai tiga kali. Secara klinis, dokter menyatakannya meninggal tapi berulangkali dia kembali sadar.
Cobaan Hidup
Maria Monique - Anak Natalia |
Tahun baru 2006, Monique terserang panas tinggi. Jumlah trombosit nya turun drastis hingga tinggal 40 ribu. Dokter mencurigai Monique menderita leukemia atau kanker darah. Gadis kecil itu harus mendapat suntikan imunoglobin sebanyak tiga kali sehari. Sekali suntik, Rp 5 juta. Hasil pemeriksaan dokter di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta sebelumnya tak mengindikasikan Monique terserang leukemia.
Kondisi Monique kian parah, ia harus menerima transfusi darah, tapi persediaan darah golongan O tak ada. Alternatifnya, sedot sum-sum tulang belakang di Singapura. Belum sempat mengambil sikap, detak jantung Monique berhenti. Dokter menyatakan secara klinis Monique meninggal. Itulah pertama kali Monique dinyatakan meninggal. Namun beberapa menit kemudian jantungnya kembali berdetak.
Dari pemeriksaan dokter internis, diketahui ada bakteri bersarang di katup jantungnya. Pada 19 Februari 2006, Natalia memboyong Monique ke Singapura. Natalia sampai menyewa pesawat carter, mengingat tubuh Monique penuh dengan alat bantu. Tiba di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, Monique langsung ditangani. Dokter mendiagnosis, bakteri di jantungnya itu sudah menyebar ke paru-paru. Dengan berbagai peralatan Monique dirawat secara intensif.
Namun Monique kembali kolaps. Detak jantungnya kembali terhenti. Kematian keduapun terjadi, dan ajaibnya, lima menit berselang jantungnya kembali berdetak. Kejadian tersebut berulang bahkan detak jantungnya sempat terhenti selama satu jam. Setelah berbagai upaya ditempuh, tim dokter RS Mount Elizabeth angkat tangan. Apalagi ketika itu sudah terjadi kerusakan otak. Setelah serangkaian operasi dilakukan, Monique menghembuskan napas terakhir.
Natalia sudah habis-habisan. Segela upaya telah ditempuhnya, seluruh hartanya ludes. Rumahnya dijual, perusahaannya pun di lego. Meskipun demikian, dia tak bisa mempertahankan putrinya. “Saya benar-benar dilumpuhkan. Akhirnya hanya kepada Tuhan saya berpasrah diri.” Katanya.
Biaya pengobatannya mencapai lebih dari 3Miliar. Padahal uang Natalia yang tersisa hanya 8 juta. Keajaiban kembali hadir, kasus Monique menuai simpati masyarakat Singapura setelah harian The Straits Time mengulas keajaiban kasus Monique dan kegigihan Natalia.
Simpatipun terus berdatangan bahkan para narapidana turut mendoakan Monique. Sang dokter rela tak dibayar bahkan Natalia mendapat uang 2,5 Miliar dari para donatur, sehingga soal biaya teratasi. Terbayang olehnya “Monique Monique” yang lain. Ia ingin memberikan sesuatu agar anak-anak itu bahagia. Apalagi itu adalah permintaan terakhir Monique agar anak-anak sebayanya yang kurang beruntung.
Mendirikan Yayasan
Lewat Yayasan Maria Monique Last Wish Foundation, Natalia mewujudkan keinginan terbesar anaknya. Dia ingin membahagiakan anak-anak yang kurang beruntng. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Banjarnegara, Kebumen, purwokerto, Pekalongan, Brebes, Tegal, dan Yogyakarta serta daerah lain di luar pulau Jawa.
Wujud pemberian wish bermacam-macam tergantung permintaan yang bersangkuta. Seperti aneka mainan, sepeda, kursi roda dan kaki palsu. Ada pula yang ingin dipertemukan dengan tokoh idola. Untuk anak-anak korban bencana alam, Natalia langsung memberikan sesuatu yang menurutnya menjadi kebutuhan mereka. Sedangkan yang terprogram adalah pemberian kursi roda. Lewat program kursi roda Cahaya Hidupku, Natalia telah menyalurkan 1000 kursi roda dan kini meningkat menjadi 10 ribu program kursi roda.
Kegiatan yayasan tak melulu di dalam negeri. Kiprahnya merambah ke berbagai negara seperti Cina, dia memberikan bantuan aneka mainan dan alat musik. Di Vietnam, 800 anak-anak cacat korban Agent Orange Victim mendapat bantuan serupa. Begitupun untuk 300 anak di Mumbai, India. Pada tahun 2008, Natalia bertandang ke Afrika Selatan.
Happy Room |
Dia menyulap perpustakaan di Nkosi Johnson hostage, Afrika Selatan, sebuah hunian bagi orang tua dan anak-anak yang terinfeksi HIV AIDS, menjadi Maria Monique Happy Room. Di “Ruang Kebahagiaan” itu tersedia aneka macam kebutuhan anak. Ada playstation, custom player, musik, komputer, buku-buku, sepeda, seruling dan gitar. “Ada ribuan item, yang terbanyak custom player, dan itu disukai anak-anak,” katanya.
Aktivitas Natalia mendapat perhatian dunia, CNN dengan program Impact Your World, menayangkan kegiatan yayasan selama seminggu berturut-turut pada pembukaan tahun baru 2010. “ Yang bisa mengalahkan rating acara itu Cuma bencana di Haiti,” katany. Toh, Natalia tak merasakan itu sebagai sebuah kesuksesan. “Ini adalah amanat Tuhan, bukan sebuah prestasi,” kilahnya.
Semua yang dilakukan, menurutnya diwarnai sebuah keajaiban. Saat ada permintaan, barang yang dimaksud tak dimilikinya, namun tiba-tiba ada donatur yang memberinya. Seperti saat ada permintaan di Nias 12 kursi roda, pas ia buka e-mail ada donatur yang juga mau menyumbangkan, dan saat ditanya berapa kursi roda yang mau disumbangkan ternyata sang donatur menjawab 12, “Kok pas banget ya,” kata Natalia.
Saat ada bencana gempa di Haiti, Natalia bertandang ke negara itu untuk memberikan kebahagiaan pada anak-anak korban bencana alam di sana. Kegiatan tersebut bertajuk “Maria Monique Compassion to Haiti” itu mendapat dukungan dari pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga di Indonesia serta luar negeri. Penyanyi Titiek Puspa secara khusus menciptakan lagu I’m Your Maria Monique, yang akan dinyanyikan saat di Haiti.
Aktor Mike Lewis dan Tamara Blezinski mendukung dengan menyerahkan dana hasil penjualan foto pernikahan dan wawancara eksklusif pernikahan mereka senilai sekitar 100 juta pada yayasan. Tak ketinggalan dukungan dari CNN Impact Your World, Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta dan Tim Oprah Winfrey, World Vision Germany dan Central International School dan Singapore Press Holding, dan lain-lain.
Demikianlah BiografiBiografi Natalia Soetrisna Tjahya – Pendiri Maria Monique Last Wish Foundation
Mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua akan biografi tersebut , sekian dan terima kasih
0 Response to "Biografi Natalia Soetrisna Tjahya – Pendiri Maria Monique Last Wish Foundation"
Post a Comment