Syammahfuz Chazali |
Ayo coba tebak!! ! Apa beda kotoran sapi dan emas?
Kotoran sapi di jijik-i manusia sedang emas di sayang-sayang manusia.
Tapi jika kotoran sapi itu bisa menjadikan yang bergelimang emas, apakah juga masih di-jijik-i?
Hahhh!!! Gimana caranya, apa pake tongkat ajaib lalu disulap. (mentang-mentang warna kotoran sapi sama-sama kuningnya dengan emas he he he).
Tapi bener. Ini telah dibuktikan oleh Syammahfuz Chazali. Ia adalah sang pesulap itu. Ditangannya, kuningnya kotoran sapi bisa sama berharganya dengan kuningnya emas. Berikut ini kisah sukses dan Biografi Syammahfuz Chazali.
Biografi
Kotoran itu sumber rupiah. Mungkin itulah yang berada di benak Syammahfuz Chazali atau akrab di sapa Syam ini. Tentu saja bukanlah bentuknya yang indah atau aromanya yang wangi. Dimana-mana namanya kotoran ya... berbau gak enak dan menjijikkan. Kotoran adalah limbah yang mengganggu lingkungan.
Fakta inilah yang menggelitik Syam. Ia mengolah dan mengangkat harkat kotoran sapi atau tlethong (bahasa Jawa) menjadi bernilai ekonomis. Syam kemudian bereksperimen dan berhasil mmebuktikan bahwa tlethong bisa memberi manfaat baru bagi perkembangan industri gerabah dan keramik di Indonesia. Hasil riset Syam mengagumkan. Sebagai bahan campuran, tlethong bisa mmebuat gerabah lebih kuat, warna cemerlang dan beratnya bisa lebih ringan hingga dua kilogram.
Gagasan Awal
Syam memperoleh ide ini awalnya adalah saat merenung ketika buang hajat. Tiba-tiba saja terbesit di benaknya untuk menjadikan ampas perut itu sebagai campuran pembuatan keramik. Pria kelahiran Medan 5 November 1984 ini teringat kenyataan bahwa tanah yang kering dan tandus bisa menjadi bagus jika dicampur dengan kotoran sapi.
‘Renungan kloset’ itu terus menggugah rasa ingin tahunya sehingga ia terus mencari referensi tentang per-tlethong-an melalui buku-buku, teman-temannya ataupun internet. Dari penelitian sederhana yang ia buat, selain bertekstur lembut dan berserat, kotoran sapi juga mengandung Silikat (semacam bahan perekat) hingga hampir 10%. Dari sisnilah Syam mengemukakan gagasannya untuk menjadikan tlethong sapi sebagai bahan campuran pembuatan gerabah.
Sebulan setelah riset pribadinya, Syam kemudian menggandeng teman kuliahnya sejumlah empat orang untuk meneliti lebih lanjut tentang tlethong. Syam menamai tim kecilnya ini dengan FAERUMNESIA. Nama ini berasal dari istilah peternakan yang berarti kotoran dari lambung sapi. Maklumlah Syam adalah mahasiswa Sossial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, sehingga tertarik dengan hal ini.
Secara bisnis, tim yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok bisnis ini melihat kotoran sapi belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik. Padahal menurut perkiraan mereka, dalam setahun peternakan di Indonesia bisa menghasilkan kotoran sapi sekitar 6 juta ton dan hampir semuanya terbuang sia-sia.
Ditolak Karena Judul Jorok
Karena ingin mengikuti pekan kreativitas mahasiswa, tim ini ngebut menyelesaikan proposal penelitiannya. Namun sayang, proposalnya ditolak dewan juri karena judulnya jorok. Dengan lugunya mereka membuat judul Kotoran Sapi, ya jelas saja ditolak he he he.
Dari situ mereka belajar pentingnya pencitraan. Tanpa putus asa mereka kemudian memperbaiki proposalnya dan mengikutkan di lomba yang lain. Hasilnyapun tak mengecewakan, mereka berhasil meraih juara dan proposalnya disetujui oleh DUE-Like Batch IV UGM dan mereka mendapat kucuran dana sebesar 3,5 juta untuk dana eksperimen lebih lanjut.
Betapa girangnya Syam dan kawan-kawan. Akhirnya hasil penelitiannya mendapat apresiasi. Dengan dibantu oleh pengrajin gerabah setempat yaitu Purwanto, mereka melakukan uji coba untuk menentukan komposisi yang pas antara kotoran sapi dan tanah liat agar hasilnya optimal. Tentu saja tlethong tersebut sebelumnya sudah dicampur dengan bioactivator agar tidak gatal dan hilang bau busuknya. Dengan bioactivator tersebut, tlethong berubah menkadi humat yang memerlukan waktu satu bulan.
Hasilnya cukup mengejutkan. Bahn baku yang terdiri dari tanah liat kuning dan tlethong yang dibuat gerabah menjadikan bobot gerabahnya lebih ringan 2 kilo jika dibandingkan dengan menggunakan campuran tanah liat dan pasir. Selain itu gerabah juga warnanya lebih cerah dan tidak mudah pecah saat di bakar hingga 90 derajat celcius. Selain itu pengerukan tanah liat juga bisa dikurangi. Jika tanah liat terus menerus dikeruk maka dikhawatirkan akan merusak lapisan subur tanah.
Peluang Bisnis Terbuka
Tim Ferumnesia patut berbangga hati. Pasalnya, mereka tak harus menunggu lulus kuliah untuk bisa mmeperoleh uang. Beberapa tawaran bisnis pun muncul baik dalam negeri ataupun luar negeri. Di dalam negeri seperti adanya pemesanan 1000 dekomposter rumah tangga dari Universitas Tri Sakti. Dan yang dari luar negeri seperti pesanan humat dari Brunei Darussalam sebesar 60 ton per hari guna membuat bahan baku bangunan seperti batako.
Karya Syam dan kawan-kawan memberi dua manfaat besar bagi masyarakat. Pertama masalah limbah teratasi dan kedua meningkatkan kualitas gerabah. Syam mematok harga 1000 rupiah per kilogram untuk humat bahan baku gerabah. Harga ini jauh lebih murah jika dibanding harga tanah liat bercampur pasir.
Syam juga mengembangkan bisnis ini untuk membuat genteng dan batako yang lebih kuat. Dari sinilah bisnis Syam dan tim Ferumnesia terus berkembang. Pundi-oundi emas pun berhasil mereka cetak dari kotoran sapi yang menjadi bahan baku gerabah. Tentu saja setelah gerabah hasil produksinya itu dijual dan di-uang-kan setelah itu dirupakan emas batangan. Bukan mencetak emas dari kotoran sapi he he he.
Yang perlu digaris bawahi, gerabah yang dihasilkan tidak boleh gerabah yang digunakan untuk menaruh makanan seperti membuat piring, gelas, kendi, dan lain-lain karena bahan dasarnya yang dari kotoran sapi. Takutnya akan menjadikan tak higienis. Gerabah yang bisa dibuat dari kotoran sapi seperti genting, batako, dekomposter dan yang non makanan pokoknya.
Syam juga mematenkan hasil temuannya ini namun ia mempersilahkan pihak lain yang mau memanfaatkan temuan ilmiahnya ini asal minta izin terlebih dahulu agar tak menjadi masalah dikemudian hari.
Dari kisah sukses Syam diatas, penulis bisa menarik kesimpulan bahwa tak ada yang sia-sia di dunia ini. Bahkan kotoran pun masih bisa dimanfaatkan jika mau mempelajari cara dan menemukan ilmunya. So...jangan anggap rendah lagi tlethong ya...
Syam...Syam...Bisa Aja....
Biodata
Nama : Syammahfuz Chazali
TTL : Medan, 5 November 1984
Pendidikan : S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, UGM
Nama Usaha : PT. Faerumnesia
Demikianlah BiografiBiografi Syammahfuz Chazali – Menyulap Kotoran Sapi Jadi Emas
Mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua akan biografi tersebut , sekian dan terima kasih
0 Response to "Biografi Syammahfuz Chazali – Menyulap Kotoran Sapi Jadi Emas"
Post a Comment